This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 22 Desember 2011

MEMILIH PERGAULAN

Memilih Pergaulan

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar



republika - Berhati-hatilah dalam memilih pergaulan. Barang siapa bergaul dengan pandai besi, niscaya akan mendapat bau bakaran, bahkan bukan tidak mungkin akan ikut terbakar. Akan tetapi, barang siapa bergaul dengan tukang minyak wangi, maka tidak bisa tidak, ia akan terciprati oleh bau-bauan yang harum. Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya agar bersikap selektif dalam memilih teman. Secara khusus, Allah melarang hamba-Nya berteman dengan setan. Barang siapa yang mengambil setan menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya (QS. An-Nisa: 38).

Seseorang bisa tergelincir berteman dengan setan dalam arti sesungguhnya. Ia dengan sadar menjadikan setan sebagai pelindung dan penolongnya, serta menjadikannya sebagai pendamping dan pemberi kekuatan saat menolong orang lain yang datang membutuhkan pertolongan. Selain itu, berteman dengan setan bisa juga dalam wujud lain, yakni bergaul dengan mereka yang tenggelam memperturutkan hawa nafsunya, gemar berbuat maksiat, dan selama hidupnya hanya sibuk dengan urusan dunia semata. Mereka tidak tahu arti hidup. Dan tentu saja, termasuk orang-orang yang paling merugi baik di dunia maupun di akhirat.

Mereka sangat jauh dari pertolongan Allah dan sebaliknya dekat dengan murka-Nya. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka azab yang keras. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan (QS Al-Mujaadilah: 14-15). Dengan demikian, ketidakhati-hatian dalam memilih teman, tidak bisa tidak, akan menimbulkan akibat yang tidak sepele.

Betapa tidak! seseorang itu, demikian sabda Rasulullah SAW, akan mengikuti pendirian (perilaku) sahabat karibnya. Karena itu, seseorang hendaknya memperhatikan siapakah yang harus dipergaulinya. Teman yang tidak baik termasuk "virus keempat" setelah kelalaian menjaga pandangan, lisan, dan perut. Semuanya bisa merusakkan hati dan menghancurkan masa depan. Barang siapa yang lingkungan pergaulannya orang-orang yang tidak mengenal Allah, maka hampir dapat dipastikan cita-citanya, pembicarannya, gerak-geriknya, dan hobinya, pasti tidak akan jauh berkisar dari hanya urusan duniawi dan urusan memuaskan hawa nafsu belaka. Ia akan selalu diliputi oleh ketamakan dan kedengkian terhadap apa yang dimiliki orang lain.

Kita pun paham betul bahwa ahli dunia selalu dekat dengan kerusakan, terutama kerusakan akhlak. Lain halnya jika kita berteman dengan orang-orang yang mengenal Allah dengan baik. Pembicaraan mengenai dunia sama sekali tidak akan mengotori hatinya. Betapa tidak! Dunia terlampau kecil dibandingkan dengan segala keagungan dan kebesaran Allah. Walhasil, apa pun yang ada di dunia ini tidak akan pernah membuat kotor hati, tamak, dan rakus. Bergaul dengan orang-orang yang mengenal Allah akan senantiasa tawaashau bil haqqi wa tawaashau bish shabr.

Mereka akan saling menolong serta berkeinginan agar teman-temannya menjadi baik dan semakin baik. Mereka tidak saling memposisikan diri menjadi beban satu sama lain, tetapi justru ingin saling meringankannya. Mereka akan berusaha agar sahabatnya semakin mulia di sisi Allah. Bahkan, kesulitan demi kesulitan akan menjadi jalan penambah keakraban dan dinikmati karena semua itu, tidak bisa tidak, akan membuahkan pahala sabar. Hasil dari pergaulan yang benar-benar diselimuti dengan kecintaan kepada Allah dan ketaatan terhadap Islam akan tampak indah dan sinergis. Karena itu, berhati-hatilah terhadap pergaulan.

Jika saat ini tengah berada dalam lingkungan pergaulan yang buruk, maka kita harus punya keberanian untuk segera berhijrah. Bukan untuk meninggalkan segala-galanya, melainkan agar kita memiliki lingkungan yang dapat membuahkan tenaga dan energi baru untuk menghadapi hidup ini dengan baik. Sehingga, bila kita bertemu dengan orang-orang yang lalai, bukannya diri kita yang terbawa lalai, melainkan kitalah yang akan membantu mereka menjadi lebih baik. Salah memilih pergaulan berarti kita siap menyiksa dan membinasakan diri.

Adapun keuntungan bergaul dengan orang-orang yang taat, shalih, dan berakhlak mulia, mau tidak mau akan membuat kita terbawa menjadi orang yang bersih dan taat pula. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa menitipkan sahabat-sahabat dan lingkungan yang akan memelihara iman dan amal-amal kita. Amin.

KERJA DAN IBADAH

Kerja dan Ibadah
Oleh : Sand Fu




Bekerja merupakan kewajiban Muslim yang sehat fisik dan mental. Orang yang bekerja dengan benar, dalam rangka menjalankan perintah dan mengharapkan ridho Allah akan mendapat ganjaran pahala dari-Nya. Sebaliknya, orang yang mengabaikannya mendapat dosa, apabila tidak ada halangan syar'i dalam mewujudkannya.

Kerja merupakan wujud syukur kepada Allah. Orang bekerja berarti telah menggunakan nikmat kesehatan fisik yang diberikan Allah secara baik dan benar. Allah berfirman, "Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih." (QS 34:13).

Islam menghargai orang yang makan dan minum dari hasil kerja sendiri. Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seseorang mengonsumsi makanan itu lebih baik daripada mengonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil kerja sendiri, sebab Nabi Allah, Daud, mengonsumsi makanan dari hasil kerjanya." (HR Bukhari). Hadis ini mendorong Muslim bekerja memperoleh kebutuhan hidup menggunakan tangan dan kekuatan fisik. Kemuliaan dan kehormatannya ditentukan oleh kemampuan menggunakan potensi diri untuk bekerja.

Dalam bekerja harus ada rencana yang baik dan matang karena akan menentukan keberhasilan dari kerja tersebut. Rencana dibuat untuk jangka pendek dan panjang. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS 59:18).

Muslimin diperintahkan Allah bekerja, tetapi ia tidak mengetahui dan bisa memastikan hasilnya. Ini pula yang mendorongnya bekerja maksimal agar mencapai hasil memuaskan. Allah berfirman, "Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS 31:34).

Setiap Muslim dituntut bekerja sekuat tenaga dan mengerahkan segala kemampuan. Allah menilai kesungguhannya dalam bekerja. Allah berfirman, "Katakanlah: 'Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah di antara kita yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini'."(QS 39:39).

Kerja merupakan bagian ibadah kepada Allah, sehingga dilakukan dengan cara terbaik. Kerja tidak boleh melalaikan Muslim dari ibadah kepada Allah. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS 62:9).

Setelah bekerja secara maksimal, Muslim dituntut tawakal, menyerahkan hasilnya kepada Allah. Tawakal penting agar ketika berhasil tidak lupa bersyukur kepada Allah yang menganugerahkan hasil kerja tersebut. Dan ketika gagal, ia tidak putus asa karena hal itu ujian dari Allah agar kita bersabar. Allah berfirman, "Dan bertakwalah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara." (QS 33:3).

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites